Cerita anak labil ini bermula ketika dia, kita sebut saja ayat,
sedang dihantui ketakutan. Ketakutan untuk bergerak. Seperti buah
simalakama mungkin ya. Maju salah, diam salah, mundur salah. Serba
salah. Kata-kataku ini tidak akan menjelaskan apa-apa kecuali aku
menceritakan keadaannya. (ya kenapa tidak mulai cerita)
Anak ini, ayat, sedang dalam masa labil
dalam hidupnya. Sebetulnya masa ini agak terlambat untuk usianya. Orang
menganggap dia sudah cukup deawasa dan tidak akan mungkin selabil itu.
Di masa akhir tingkat sekolahnya ini, dia baru saja bangkit dari
tidurnya. Bangkit dari ketidaksadarannya akan masa depan. Dia baru saja
sadar bahwa dia harus bergerak.
Ceritanya akan berakhir bahagia kalau
hanya sampai di situ, karena seharusnya hasil dari sebuah usaha akan
berbanding lurus dengan usaha tersebut. Akan tetapi, saat ia baru
bangkit itu, ujianpun datang. Memang, kalau kita ingin mencapai sesuatu
yang besar, hambatannyapun akan besar. Sama seperti ayat.
Di saat dia sedang ada di puncak
semangat, dia harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa keluarganya sedang
dalam ancaman. Kehancuran. Sebagai anak tertua dari 2 bersaudara
tentunya ini membuatnya sedikit lebih terbebani. Mawar memiliki tanggung
jawab lebih besar untuk menjaga adiknya. Selain dia juga harus
berusaha untuk mengembalikan keutuhan keluarganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar